Oleh: Beni Jusuf
Pulau Rote.
Pernah dengar nama ini?
Rote adalah pulau (berpenghuni) terluar Indonesia di bagian selatan.
Catatan :
Kabupaten Rote Ndao telah mengalami pemekaran sehingga sekarang sudah terdapat 9 kecamatan, yaitu:
1. Rote Timur
2. Pantai Baru
3. Rote Tengah
4. Rote Selatan
5. Namodale
6. Busalangga
7. Rote Barat Daya
8. Rote Barat Laut
9. Rote Barat
Awal bulan lalu saya melakukan perjalanan ke Rote selama sepekan untuk melihat dari dekat pulau yang sering disebut Gerbang Selatan Indonesia. Dari Bandara Sukarno Hatta naik Sriwijaya Air menuju Kupang. Transit kurang lebih lima belas menit di Bandara Juanda Surabaya.
Setelah menempuh penerbangan kurang lebih tiga jam. Akhirnya sampai di Bandara El Tary Kupang yang namanya diambil dari nama salah satu pahlawan dari Kupang
Siang itu tidak bisa langsung menuju Rote, karena satu-satunya alat transportasi menuju Rote adalah menggunakan kapal laut. Jadwal kapal cepat hanya sekali dalam sehari. Ada juga kapal lain, namun waktu tempuhnya lebih lama 3 kali lipat.
Terpaksa melewatkan semalam di Kupang. Menginap di Hotel Flobamor. Hotel tua di tengah kota Kupang dengan tarif 175.000. Menjelang pagi baru sadar kalau tidak order makan sahur. Mengingat hotel ini kecil dan di Kota yang mayoritas penduduknya beragama nasrani, sehingga mungkin jarang ada tamu yang pesan makan sahur. Walhasil malam itu harus puas dengan setangkup roti selai sebagai pengganjal perut untuk sahur. Padahal perut melayu ini tidak bisa dibilang makan kalau tidak menyantap nasi heheh.
Esok paginya sebelum jam 09.00 saya sudah stand by di dekat pelabuhan Teluk Kupang dan bergegas melompat ke dek Kapal Ferry cepat Bahari Express Sakti menuju Rote setelah sebelumnya membeli tiket seharga 75.000
Kapal Ferry melaju pelan meninggalkan Teluk Kupang. Melewati beberapa karamba tempat budidaya mutiara. Sempat melihat rombongan beberapa ikan lumba-lumba muncul di permukaan laut dan menyemburkan air laut di dekat kapal yang membelah laut.
Tanpa terasa, setelah membelah laut selama satu jam setengah, kapal merapat di Pelabuhan Baa, yang merupakan pelabuhan utama Rote. Pelabuhan ini sangat strategis karena dekat dengan pusat kota. Letaknya di samping kantor kabupaten.
Selain Baa, ada beberapa pelabuhan kecil lainnya, misalnya pelabuhan Papela, Oelaba, Batutua dan Pelabuhan Ndao
Selain pelabuhan, Rote yang nama resminya Kabupaten Rote Ndao berdasarkan Undang undang no. 8 tahun 2003 tentang otonomi daerah ini memiliki beberapa pantai yang indah. Yang paling terkenal adalah pantai Nemberala. Dengan pasir yang masih bersih dan angin pantai yang kencang. Cocok untuk berselancar. Selain nemberala ada juga pantai Oesili dan Tanjung Boa (bua) yang sayang untuk dilewatkan sebagai tempat kunjungan. Banyak juga kepulauan kecil di sekitar Rote, namun yang berpenghuni hanya sekitar 6 pulau.
Di dekat pelabuhan Baa, ada penginapan Ricky. Penginapan kecil mirip kost mahasiswa berukuran 3×3 seharga 75 per malam. Tidak terlalu bagus memang. Kalau ingin yang lebih bagus lagi bisa pilih penginapan Grace. Di sini tersedia minuman kaleng dingin dan air mandi panas (hot sower)
Sayangnya, informasi soal penginapan Grace saya dapatkan setelah saya cek in di Ricky. Jadi yah, dinikmati saja lah.
Untungnya letak Ricky tepat di ujung jalan yang mengitari Lapangan Kota (alun – alun) Rote. Jadi malamnya saya bisa nongkrong sambil mencari kudapan karena di hotel tidak ada makanan yang bisa di pesan.
Suasana malam hari di alun-alun lumayan meriah. Penjaja makanan ngumpul di sudut alun-alun seperti pasar malam. Setelah tengok sana sini. Akhirnya nemu sate sapi. Setelah dicoba, rasanya agak manis. Harus banyak disiram sambal biar krasa pas di lidah saya yang kurang suka masakan yang cenderung manis.
Esok harinya, dengan mobil carteran seharga 400 ribu menuju Lekunik. Ketemu dengan pak Mozes yang jadi kepala bandara Lekunik. Saat ini pembangunan bandara lekunik baru mencapai kurang lebih 70 persen. Bandara Lekunik awalnya dibangun karena ada kebutuhan infrastruktur penunjang untuk pengiriman bantuan pada korban bencana alam di Rote. Namun ke depan menurut pak Mozes sedang diupayakan untuk ditingkatkan statusnya menjadi bandara yang bisa didarati oleh pesawat komersial. Saat ini hanya pesawat hercules dan sejenis fokker yang bisa mendarat.
Dari lekunik perjalanan diteruskan ke arah tenggara. Tepatnya di Pegunungan Mandau. Lereng gunung Mandau menarik karena ada tangga yang dibangun sampai ke pucak gunung. Mirip seperti yang ada di Gunung Bromo – di Probolinggo – Jawa Timur.
Capek juga menapaki tangga sebanyak 359 dalam kondisi puasa pula. Tapi begitu sampai di puncak, pemandangan terasa lepas. Sekeling Rote bisa dilihat bak gugusan noktah berwarna coklat.
Konon, Puncak Gunung Mandau, adalah pertemuan raja-raja di Rote jaman dahulu sebelum membuat keputusan yang menyangkut wilayah Rote (hihi jadi ingat kebiasaan Pak Harto yang nyekar ke astana inggil makam wonogiri kalau lagi sumpek mikir indonesia hahaha)
Turun dari Gunung Mandau, perjalanan selanjutnya menuju Nemberala. Pantainya cukup sepi dan indah. Yang menakjubkan, saya sempat menangkap ikan Nemo (kayak di film finding Nemo) pakai tangan, tanpa pakai alat! Ikan kecil tersebut berenang di sela-sela rumput laut yang tumbuh di karang yang terendam air laut.
Di dekat Pantai Nemberala ada pulau kosong bernama Pulau Ndana. Pulau ini tak berpenghuni kecuali sekawanan rusa. Namun sekarang ada sekitar 17 orang personel tentara yang ditugaskan di pulau ini. Karena ada sengketa kepemilikan pulau pasir deket Ndana dengan Australia di Mahkamah Internasional. Pemerintah mulai menerjunkan beberapa personel militer ke pulau-pulau terluar. Mungkin belajar dari pengalaman pahit kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan yang diaku oleh Malaysia. Dan celakanya Indonesia kalah pula berperkara di mahkamah international. (sekarang malah lagu rasa sayange, jali-jali, belangkon, angklung, tempe, batik dah dibajak malaysia) di beberapa milis, tagline pariwisata malaysia: Malaysia, The Truly Asia diganti Malingsia, the truly maling in Asia heheh
Oh ya awal bulan ini, salah satu deputi UMNO malah cium keris pas abis pidato, karena keris (konon) identitas melayu…………..capek deyyy!
Ngapain aja sih pak SBY?, kebanyakan tebar pesona kata Bu Mega, khasanah kebudayaan ditilep negeri jiran, eh malah bikin lagu kalau Indonesia Itu bikin rindu, hih bikin gemes deh, kepala negara sok jaim ini. Dipilih mayoritas, koq malah gak tegas banget jadi pemimpin. Ayo pak kita ganyang malaysia, tapi selamatkan Siti Nurhaliza!
Haiyah, koq malah ngelantur ngomongin politik
Mari kita kembali ke Rote!
Sepulang dari Nemberala, sempat buka puasa di warung padang (gile yak, di rote yang jauh dari Washington – apa hubungannya heheh- ternyata ada warung padang. Kayaknya di bulan aja yang gak ada warung padang.
Malamnya kembali nginap di penginapan Ricky. Dan terpaksa berdamai dengan serangan bertubi-tubi nyamuk rote yang ganas. Walhasil, bentol-bentol merah berbekas dengan sukses di lengan dan kaki.
Esok paginya perjalanan dilanjutkan ke daerah Denka, sempat mampir ke dusun oelaba yang menjadi perkampungan nelayan beragama islam. Mata pencaharian mereka adalah mencari teripang. Menurut pak Adrianus, yang juga ketua Partai Amanat Nasional di Rote, para nelayan di oelaba dulunya adalah pendatang dari Makassar. Namun karena sudah beberapa generasi di Rote, mereka tak ubahnya seperti penduduk Rote asli.
Meski rumah nelayan terlihat sederhana, namun penghasilan dari melaut lumayan besar. Satu kapal yang mencari ikan selama satu bulan di laut bisa menjual tangkapan teripang senilai seratus juta rupiah!
Malamnya sempat mencicipi ikan bakar. Heeeem yummmy. Enak banget makan ikan bakar dan sambal pedas. Setelah itu mendengarkan dua orang tua penduduk oelaba memainkan Sasando.
Sasando merupakan alat musik petik yang menjadi ciri khas rote. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa Rote identik dengan sasando. Begitu juga sebaliknya. Namun yang mengkhawatirkan, hampir tidak ada generasi muda yang tertarik mendalami Sasando. Bukan tak mustahil bila kondisi ini tetap berlangsung, maka petikan lembut sasando bakal menjadi sejarah.
Sepulang dari Denka, sempat mampir sebentar ke rumah penduduk untuk melihat pembuatan gula dari nira (sari buah lontar). Pembuatan gula secara tradisional. Mula-mula air sadapan nira direbus selama kurang lebih empat jam. Setelah itu dituang ke dalam cetakan. Setelah dingin dan mengeras, jadilah gula yang siap dijual.
Air nira juga bisa langsung diminum. Rasanya mirip dengan air kelapa. Bedanya kalau dibiarkan mengendap beberapa hari, rasanya menjadi manis dan agak memabukkan. Rasa hangat menyergap perut saat minum air nira yang sudah mengendap beberapa hari. Mengingatkan saya saat minum fermentasi nira di Tuban – Jawa timur yang dikenal dengan nama ‘legen’ atau ‘tuak’.
Tanpa terasa, berkeliling Rote selama sepekan. Dibalik kendala alam yang panas dan gersang. Rote sebenarnya menyimpan potensi alam yang besar. Misalnya potensi peternakan. Hewan ternak dilepas begitu saja. Sesekali dimasukkan ke kandang. Meski besar potensi di bidang peternakan. Kendala yang yang tak kecil juga harus ditaklukkan berupa alam yang gersang. Sehingga sumber makanan ternak berupa rumput alam sulit tumbuh secara optimal sepanjang tahun.
“Permisi’ terdengar suara halus mampir ke telinga kiri saya.
Dengan tergeragap saya menoleh. Wajah manis pramugari tepat sejengkal di samping saya saat mengangsurkan kotak makanan ringan.
Lamunan saya tentang Rote langsung sirna, tersaput senyuman pramugari.
Tanpa terasa, satu jam lagi saya mendarat di Jakarta.
Menjalani rutinitas hidup di Jakarta yang keras.
Tapi tak semuram yang dibayangkan
Karena masih banyak impian-impian yang harus digapai
Dan tentu saja bersama seseorang yang sedang menunggu
Saat pesawat ini menjejakkan roda di Bandara Sukarno Hatta.
[ Catatan sepulang dari Rote Ndao, 11 Oktober 2007 ]
Sumber:
http://lorongcahaya.multiply.com/journal/item/22
Sumber Gambar:
http://www.rotendaokab.go.id/modules.php?name=Pariwisata&op=detail_pariwisata&id=4
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Rote_Ndao
http://nttprov.go.id/provntt/index.php?option=com_content&task=view&id=43&Itemid=47
SEKEDAR MASUKAN BUAT PENULIS BAHWA DI ROTE NDAO SEKARANG INI TERDAPAT 10 KECAMATAN, YAITU : ROTE TIMUR, LANDU LEKO, PANTAI BARU, ROTE TENGAH, ROTE SELATAN, LOBALAIN, ROTE BARAT LAUT, ROTE BARAT DAYA, ROTE BARAT DAN NDAO NUSE. SEDANGKAN NAMODALE BUKAN NAMA KECAMATAN MELAINKAN NAMA KELURAHAN DI KECAMATAN LOBALAIN
BalasHapus