Kamis, 10 Februari 2011
Manggarai Barat Menggeliat
BERBICARA potensi pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, ingatan orang pasti tertuju kepada Pulau Komodo dengan satwa endemiknya biawak komodo (Varanus komodoensis Ouwens). Reptilia raksasa yang dalam bahasa setempat disebut ora ini memang sudah jadi ikon pariwisata Manggarai Barat, bahkan Nusa Tenggara Timur secara umum. Makanya, tidak berlebihan bila ada yang mengklaim bahwa perjalanan wisata ke Nusa Tenggara Timur belum lengkap jika tidak menjejak pulau tandus yang dikelilingi bentangan laut biru berarus garang. Begitu langka dan melengendanya biawak komodo itu sehingga satwa yang hanya hidup bebas di hamparan padang sabana nan gersang Pulau Komodo, Pulau Rinca dan Pulau Gilimotang ini mendapat julukan mentereng Warisan Alam Dunia yang wajib dilestarikan.
Meskipun hampir seluruh pengelola kebun binatang ternama di belahan dunia berlomba-lomba melengkapi koleksinya dengan raksasa yang diyakini hidup sejak zaman pleistosin ini sebagai magnet untuk mendongkrak angka kunjungan ke kebun binatangnya, namun eksotisme komodo yang hidup di habitat alaminya ini jelas tak mungkin tertandingi. Apabila wisatawan beruntung, mereka akan bisa melihat langsung betapa agresifnya satwa ini menangkap mangsanya seperti rusa, babi hutan, kerbau dan kuda liar, mecabik-cabik daging dengan gigi-giginya yang setajam belati lantas menyantapnya hingga tandas. Bukan hanya kegarangan yang bisa direkam wisatawan dari sosok satwa yang seringkali diidentikkan dengan naga yang hidup dalam mitologi-mitologi kuno. Gerakan komodo yang ritmis saat menjelajah hamparan padang sabana dan hutan juga menjanjikan daya pukau yang luar biasa. Ada kesan denyut kehidupan pariwisata Manggarai Barat sangat tergantung dari keberadaan satwa komodo ini. Padahal, potensi wisata yang dimiliki daerah yang baru sekitar satu setengah tahun ditetapkan sebagai kabupaten tersendiri (pemekaran Kabupaten Manggarai-red) ini sangat luar biasa.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kepala Bappeda Manggarai Barat Rafael Harhad kepada rombongan pengusaha travel agent yang dipimpin Commercial Ditertor Germania Trisila (GT) Air (maskapai penerbangan yang melayani rute Denpasar-Labuan Bajo pp-red) Jhon Lantang, kabupaten yang berlokasi di ujung barat Pulau Flores ini memiliki puluhan objek wisata dan atraksi wisata menarik. Sayang, keterbatasan kemampuan keuangan daerah memaksa objek dan atraksi wisata itu masih “menggigil kedinginan” menanti kehadiran wisatawan. Padahal, dengan sedikit saja polesan “gincu pariwisata,” potensi-potensi yang ada itu sejatinya sangat layak dijual kepada wisatawan mancanegara maupun domestik. Realitasnya memang seperti itu. Objek dan atraksi wisata itu belum sepenuhnya bisa dijual kepada turis. “Objek wisata yang secara rutin dikunjungi wisatawan baru sebatas Pulau Komodo dan Pulau Rinca dengan wisata komodonya,” kata Rafael Harhad bernada pasrah. Rafael Harhad menambahkan, puluhan objek dan atraksi wisata itu tersebar merata di empat kecamatan yang ada di Kabupaten Manggarai Barat. Perbendaharaan objek wisata terkaya berada di Kecamatan Komodo yang juga merupakan jantung Manggarai Barat dengan pusat kotanya di Labuan Bajo.
Eksotik
Mayoritas dari objek wisata itu mengandalkan panorama alam yang eksotik, bentang laut dengan hamparan pasir putih yang bersih, keindahan alam bawah laut yang memukau dengan spesies terumbu karang dan ikan hiasnya, goa alam, air terjun hingga danau berkadar belereng. Barisan panjang aset wisata Manggarai Barat itu makin disempurnakan dengan keberadaan fosil-fosil kayu yang membatu yang bisa ditemukan di sejumlah desa di Kecamatan Warloka serta bangunan benteng-benteng perang yang bisa dijumpai di sejumlah desa di Kecamatan Lembor. Manggarai Barat juga sangat tepat dikunjungi oleh para wisatawan pecinta burung. “Di sini bisa dijumpai ratusan spesies burung di mana beberapa jenis di antaranya bersifat endemik atau hanya bisa ditemukan di Pulau Flores saja,” katanya berpromosi.
Dari deretan panjang potensi wisata itu, kata dia, ternyata hanya segelintir saja yang sudah terekspos ke permukaan seperti Pulau Komodo dan Pulau Rinca. Juga Pantai Merah dengan bentang pantainya yang berpasir merah dan taman lautnya serta pantai Lasa dan Pulau Bidadari yang juga mengandalkan keindahan taman lautnya. Sementara keberadaan objek-objek wisata lainnya nyaris tak terdengar alias tidak banyak dijamah oleh wisatawan mancanegara maupun domestik. Dengan kata lain, Pemkab Manggarai Barat dan masyarakat setempat belum mampu menangguk berkah pariwisata itu secara optimal. Pendek kata, gemerincing dolar yang dibelanjakan wisatawan di kabupaten yang baru menata pusat pemerintahannya ini memang sangat jauh dari kesan riuh. Bahkan, bisa disebut sunyi senyap. Ini tantangan besar bagi Pemkab Manggarai Barat untuk memperkenalkan objek-objek wisata itu kepada para pelaku pariwisata seperti pengusaha travel agent dan guide yang masih mau menyempatkan diri ke sini untuk membawa tamunya. “Kami memang menyimpan mimpi suatu saat Manggarai Barat bisa seperti Bali. Paling tidak, wisatawan mancanegara jadi tahu bahwa selain Bali masih ada sorga lain di Indonesia. Dan, sorga itu adalah Manggarai Barat,” katanya dengan tatapan menerawang.
Menjelajah Perut Bumi Penjelasan Kepala Bappeda Manggarai Barat Rafael Harhad itu jelas bukan propaganda pariwisata bohong belaka. Bali Post yang ikut bergabung ke dalam rombongan Educational Tour ke Labuan Bajo yang difasilitasi pihak GT Air itu sempat terbengong-bengong menikmati keindahan perut bumi Batu Cermin. Goa alam yang jaraknya hanya sekitar dua kilometer dari pusat ibu kota Labuan Bajo ini ternyata menyimpan keindahan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Di dalam goa sepanjang sekitar 200 meter yang memiliki banyak lorong itu, dipenuhi dengan aneka rupa stalagtit dan stalagmit yang masih terpelihara dengan baik. Daya pukau lain dari goa alam ini, di sejumlah bagian goa menempel fosil terumbu karang dan satwa penyu yang telah membatu yang menandakan bahwa goa ini merupakan bagian palung laut pada zaman lampau. Sedangkan penamaan Batu Cermin itu sendiri, barangkali diambil dari keberadaan sejumlah stalaktit dan staglamit yang memancarkan sinar berkilauan bak kristal jika tertimpa lampu senter. “Sungguh indah sekali.
Karena banyak batu-batuan di sini memantulkan sinar berkilauan, maka goa ini dinamai Batu Cermin. Penamaan yang sangat praktis,” ujar pemandu wisata Gabriel Bambo yang memandu kami menjelajah perut bumi itu. Ternyata, kecantikan Batu Cermin yang sangat luar biasa itu belum mendatangkan kontribusi apa-apa bagi Pemkab Manggarai Barat maupun warga di sekitarnya. Pasalnya, pemerintah setempat belum memungut retribusi alias objek wisata ini masih bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh para wisatawan. Andai saja goa seperti ini ada di Bali, berapa dolar yang akan mengalir deras ke kantong pemkab setiap harinya. “Seumur-umur, saya belum pernah melihat goa alam seindah ini,” kata salah seorang pengusaha travel agent dari Bali yang ikut rombongan Educational Tour itu.
Sebuah pernyataan yang murni lahir dari rasa kekaguman yang sangat. Ternyata, Batu Cermin bukan satu-satunya goa alam mempesona yang dimiliki Manggarai Barat. Di luar itu, masih ada goa alam Batu Susun, Liang Dara dan Liang Rodak yang semuanya berlokasi di Kecamatan Komodo. Serupa dengan Batu Cermin, pesona keempat goa alam itu dijamin mampu menaut hati para wisatawan yang maniak menjelajah kedalaman perut bumi. “Karena keterbatasan struktur-infrastruktur, khususnya akses jalan menuju objek wisata itu, potensi wisata yang kami miliki seolah-olah masih tertidur pulas. Jangankan dikunjungi wisatawan, nama objek itu saja belum sampai ke telinga mereka. Manggarai Barat memang bukan Bali yang begitu pesat perkembangan sektor kepariwisataannya,” kata Gabriel Bambo dengan nada getir. Salah satu potensi wisata Manggarai Barat yang juga layak dikedepankan adalah Danau Sano Nggoang yang berlokasi di Kecamatan Sano Nggoang. Danau yang tercipta akibat letusan gunung berapi ini (danau vulkanik-red) memiliki kadar belerang yang tinggi. Di sini, juga terdapat sumber air panas yang menurut versi Kepala Bappeda Rafael Harhad suhunya mencapai lebih dari 60 derajat Celcius. Makanya, masyarakat setempat biasa memanfaatkan sumber air itu merebus telur.
Di samping memiliki panorama alam yang sangat indah, di tengah danau ini juga menyembul daratan yang tidak kalah indahnya dengan Pulau Samosir di Danau Toba. Kelebihan lainnya, kawasan danau ini juga dihuni berbagai jenis burung di mana beberapa di antaranya merupakan jenis burung migran dari Benua Australia. Sayang, perlu perjuangan berat bagi wisatawan untuk menikmati keindahan Dana Sano Nggoang itu. Jalan akses menuju danau itu boleh dibilang sangat jauh dari kesan layak karena tidak bisa dijelajahi kendaraan umum biasa. “Kami memang sangat miskin infrastruktur. Ini kendala terberat kami dalam membangun sektor kepariwisataan di sini,” kata Rafael Harhad jujur. (int)
Sumber :
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2010/11/21/8379/manggarai_barat_menggeliat/
Sumber Gambar:
http://diskominfo.nttprov.go.id/web/profil-ntt/manggarai-barat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar